Rabu, 24 Oktober 2012

Da’wah Jumpa Umat


Da’wah hanya akan berhasil bila dijalankan mengikuti cara Nabi. Sampai kapan pun Da’wah ya harus mendatangi dan menjumpai umat, door to door, face to face. Sseperti sales menjajakan barang maka da’i “menjajakan agama ” supaya orang-orang taat pada Allah. Ya, memang, kini sudah ada media cetak elektronik dan teknologi informasi. Namun bila agama hanya disampaikan lewat media tetapi tidak diantar (delivery) kepada umat maka da’wah tidak akan berkesan lama. Sebuah iklan promosi mie instan baru dianggap berhasil bila ada mie yang dibeli oleh orang dan dimakan di rumahnya. Demikian pula agama, disampaikan lewat internet, lewat seminar, lewat majalah, lewat buku, tetapi tetap saja agama Islam harus diantar kepada umat, door to door, face to face, agar orang lebih mengetahui agama Islam dengan baik, dan ada kesan di dalam dirinya. Bagaimana jadinya apabila Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya hanya “asyik” duduk-duduk saja di Madinah ketika itu, sambil mengirimkan selebaran-selebaran (semacam brosur/ leaflet) tentang artikel Islam, apakah kita yang tinggal nun jauh di Indonesia sekarang ini akan mengenal dan memeluk Islam? Boleh jadi mungkin kita masih menyembah batu, karena tidak ada orang (da’i/ pendakwah) yang datang ke kita.

Tertib da’wah Nabi adalah tertib yang sempurna, tidak perlu ditambah-tambah atau dikurangi. Tinggal dijalankan saja. Kenapa kita harus risi mengikuti cara Nabi yang disebut sebagai ”konvensional” oleh sebagian orang Islam sendiri? Seakan-akan dikatakan kuno dan ketinggalan zaman. Apakah kita merasa lebih pintar dari Nabi, sehingga kita buat cara-cara da’wah berdasarkan akal atau meniru-niru da’wahnya cara yahudi dan nasrani?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar