Selasa, 25 September 2012

Karkun Maros, Khuruj 3 Hari


Allah SWT berfirman : Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung).” Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia SELAMA TIGA HARI, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (QS. Ali ‘Imran 41)
Setelah Zakaria mendengar jawaban itu dari malaikat Jibril maka dia berkata: “Tuhanku berilah aku sesuatu tanda bahwa istriku akan hamil”. Menurut Hasan Al-Basri, Nabi Zakaria bertanya demikian itu adalah untuk segera memperoleh kegembiraan hatinya atau untuk menyambut nikmat dengan syakur, tanpa menunggu sampai anak itu lahir.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa tanda istrinya mengandung itu ialah, bahwa dia sendiri tidak dapat berbicara dengan orang lain selama tiga hari. Selama tiga hari itu dia hanya dapat mempergunakan isyarat dengan tangan, kepala dan lain-lainnya. Dan beliau tidak lalai dari berzikir dan bertasbih kepada Allah. Dan Allah menjadikan Zakaria tidak bisa berbicara selama tiga hari itu adalah, agar seluruh waktunya digunakan untuk zikir dan bertasbih kepada-Nya, sebagai pernyataan syukur yang hakiki.
Menurut Al Qurtubi, sebagian mufassirin mengatakan bahwa tiga hari Zakaria menjadi bisu itu adalah sebagai hukuman Allah terhadapnya, karena dia meminta pertanda kepada Malaikat sehabis percakapan mereka.
Di akhir ayat ini Allah memerintahkan kepada Zakaria agar tetap ingat kepada Allah dan berzikir sebanyak-banyaknya pada waktu pagi dan petang hari, sebagai tanda syukur kepada-Nya.
Menurut Jalalain, (Maka katanya, “Wahai Tuhanku! Berilah aku suatu ciri.”) atau tanda bahwa istriku telah hamil. (Firman-Nya, “Tandanya ialah bahwa kamu tidak dapat berbicara dengan manusia) artinya terhalang untuk bercakap-cakap dengan mereka tetapi tidak terhalang untuk berzikir kepada Allah swt. (selama tiga hari) dan tiga malam (kecuali dengan isyarat) atau kode (dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah) maksudnya salatlah (di waktu petang dan pagi.”) di penghujung siang dan di akhir malam.
Menurut Ibnu Katsir, Allah memerintahkan kepada Zakariya agar banyak berzikir, bertakbir dan membaca tasbih selama masa tersebut (tiga hari).
Para mufassirin berkata tanda diterimanya doa Zakariya ialah dia tidak boleh bercakap selama tiga hari kecuali dengan isyarat. Pada masa itu Allah SWT telah memerintahkan Zakariya supaya berzikir sebanyak-banyaknya dan meninggalkan perkataan-perkataan dunia untuk menambah penghampirannya kepada Allah SWT.
Daripada ayat ini para ulama berpendapat bahwa sekiranya manusia dapat mengasingkan diri keluar dijalan Allah selama tiga hari dengan membersihkan diri dari fakir dunia. Meninggalkan percakapan dunia dan menyibukkan diri dengan amalan dakwah, beribadah, belajar dan mengajar dan duduk dalam suasana agama sudah pasti akan memberi kesan didalam hati sanubari seseorang itu. Cinta pada agama akan datang. Manusia akan membersihkan diri daripada dosa. Bertaubat dan lebih hampir kepada Allah SWT.
Didalam Sahih Bukhari jilid kedua bab Maghazi dinukilkan bahwa seorang lelaki bernama Sumamah bin Ausal dari banu Hanafiah telah ditawan dan diikat didalam masjid Nabi. Selama 3 hari beliau telah melihat amalan orang Islam yang sibuk dengan amalan dakwah, belajar dan mengajar, beribadat dan berkhidmat diantara satu sama lain. Hari yang pertama beliau tidak mau menerima Islam. Begitu juga pada hari yang kedua. Pada hari yang ketiga baginda Rasulullah SAW telah membebaskannya. Setelah dibebaskan dari tawanan beliau merasakan sesuatu didalam hatinya, lantas beliau mandi dan datang kembali ke masjid Nabi, bertemu dengan baginda Rasulullah SAW dan terus memeluk agama Islam. Betapa besarnya perubahan pada diri Sumamah yang amat berkesan dengan amalan masjid pada ketika itu. Dalam masa tiga hari menjadi sumber hidayah kepadanya.
Rasulullah SAW. Mengutus Abdurrahman bin Auf ke Dumah al Jandal Untuk Berdakwah
Diriwayatkan oleh Daraquthni dan Ibnu Umar ra, katanya: Rasulullah saw. memanggil Abdur Rahman bin Auf dan bersabda kepadanya, “Bersiap-siaplah karena aku akan mengutusmu bersama satu sariyah.”
Kemudian Ibnu Umar menceritakan hadits tersebut selengkapnya, di dalamnya dinyatakan: Kemudian Abdur Rahman pun keluar sampai menyusul sahabat-sahabatnya dan berjalan bersama mereka hingga tiba di Dumah al Jandal sebuah negeri yang terletak di antara Syam dan Madinah, dekat dengan gunung Tha’i. Ketika beliau memasuki negeri itu, SELAMA TIGA HARI beliau menyeru mereka kepada Islam. Pada hari yang ketiga, seorang bernama Asbagh bin Amr al Kalbi masuk agama Islam. Sebelum memeluk islam ia adalah seorang Nasrani dan ketua bagi kaumnya. Abdur Rahman Auf ra. menulis surat kepada Rasulullah SAW. yang dibawa oleh seorang laki-laki dan Juhainah bernama Rafi’ bin Makits dan memberi tahu beliau hal tersebut. Maka Nabi SAW. pun membalas suratnya dan memberi tahu Abdur Rahman bin Auf ra. supaya menikahi anak gadis al Asbagh. Lalu Abdur Rahman menikahi putrinya yang bernama Tumadhir, dan sesudah itu Tumadhir melahirkan seorang anak lelaki untuk Abdur Rahman bin Auf ra. Yang bernama Abu Salamah bin Abdur Rahman. Riwayat ini tertulis dalam kitab al Ishaabah (1/108).
Rasulullah SAW Mengutus Khalid bin Walid Ke Najran
Dinukilkan oleh lbnu Ishaq bahwa Rasulullah saw. mengutus Khalid bin Walid ra. kepada Bani Harits bin Ka’b di Najran (pada bulan Rabiul Akhir atau Jumadil Ula 10 H.) dan memerintahkannya supaya menyeru mereka kepada agama Islam SELAMA TIGA HARI, sebelum memerangi mereka. Jika mereka menerima seruan itu, maka terimalah mereka. Jika tidak, perangilah mereka. Maka Khalid pergi hingga ke Najran. Khalid ra. mengutus pasukan berkuda untuk pergi ke setiap tempat dan menyampaikan dakwah Islam. Adapun seruan mereka adalah: “Wahai sekalian manusia, masuklah kalian ke dalam Islam, niscaya kalian akan selamat.”
Maka mereka pun memeluk agama Islam. Khalid ra. tinggal untuk sementara waktu bersama mereka, mengajari mereka mengenai Islam dan kitab Allah serta sunnah Nabi-Nya sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, jika mereka mau menerima Islam dan tidak memerangi.
Riwayat ini tertulis dalam kitab Hayatus Shahabah (1/128).
Surat Umar ra. Kepada Sa’ad Supaya Mendakwahkan Manusia Kepada Agama Islam Selama Tiga Hari
Diriwayatkan oleh Abu Ubaidah dan Yazid bin Abu Habib katanya :
Umar bin al Khaththab menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abu Waqas ra. yang isinya, “Sesungguhnya aku menulis surat kepadamu agar mendakwahi manusia kepada agama Islam SELAMA TIGA HARI, maka barangsiapa yang menerima seruan dakwah ini dan memeluk Islam sebelum terjadinya perang, maka ia adalah laki-laki dan kalangan orang Islam. Ia mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana orang-orang Islam lainnya. Ia mempunyai hak untuk memperoleh bagian dalam harta rampasan (ghanimah). Barangsiapa yang menerima seruanmu setelah selesainya perang atau setelah kekalahan mereka, maka hartanya adalah fa’i bagi orang-orang Islam, karena sesungguhnya mereka telah mempertahankannya sebelum ke-Islamannya. Maka ini adalah perintah dan surat kepadamu.” (al Kanz)
Dakwah Salman al Farisi Selama Tiga Hari Pada Han Istana-Istana Putih di Persia
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab al Hilyah dan Abu al Bukhtari bahwa sepasukan tentara Islam yang dipimpin oleh Salman al Farisi ra. telah mengepung sebuah istana dan istana-istana putih di Persia. Tentara-tentara itu berkata kepada Salman, “Ya Abu Abdullah, apakah tidak kita serang saja mereka?”
Salman menjawab, “Biarlah aku yang mengurusnya, aku akan mendakwahkan Islam kepada mereka terlebih dahulu SELAMA TIGA HARI sebagaimana yang telah aku dengar dan Rasulullah SAW. dan sebagaimana kebiasaan dakwah mereka.”
Salman berkata kepada orang-orang Persia itu, “Aku adalah seorang lelaki dati kalangan kamu, bangsa Persia. Apakah kamu tidak melihat bahwa orang-orang Arab telah menaatiku, maka jika kamu memeluk Islam, kamu akan mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana kami mempunyai hak dan kewajiban. Sebaliknya, jika kamu ingkar dan terus berpegang kepada agamamu, maka kami akan membiarkanmu untuk terus berpegang kepada agama itu, tetapi kamu harus membayar jizyah dan kamu adalah taklukan kami.”
Salman berbicara kepada mereka dengan bahasa Persia, antara lain katanya, “Kamu tidak akan disanjung dan dipuji jika kamu menolak agama Islam dan kami akan menyamaratakan di antara kamu.”
Orang-orang Persia itu menjawab, “Kami tidak akan beriman dan tidak akan membayar jizyah, bahkan kami akan memerangi kalian.”
Tentara-tentara Islam pun berkata kepada Salman, “Ya Abu Abdullah, kita serang saja mereka.”
Jawab Salman, “Tidak.”
Maka Salman melakukan dakwah kepada mereka SELAMA TIGA HARI. Tetapi setelah tiga hari berlalu, mereka tetap menolak Islam. Maka Salman pun berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Bangunlah dan perangi mereka.”
Tentara Islam pun bangun dan memerangi orang-orang Persia itu sampai akhirnya mereka dikalahkan.
Dikeluarkan juga oleh al Hakim dalam kitab al Mustadrak dan Ahmad dalam musnadnya sebagaimana dalam kitab Nasbirra’yah yang mengeluarkan hadits-hadits hidayah dengan maknanya: Ketiga tiba hari keempat, Salman memerintahkan orang-orang Islam supaya menyerang pada pagi hari dan menawannya.
Dikeluarkan juga oleh Ibnu Abu Syaibah sebagaimana dalam al Kanz dan dikeluarkan juga oleh Ibnu Jaris dan Abu al Bukhtari, katanya, “Pimpinan orang Islam ketika itu adalah Salman al Farisi, yang telah diangkat oleh mereka untuk menyeru orang-orang Persia kepada Islam.”
Dakwah Huzaifah bin Mihsan dan al Mughirah bin Syu’bah Kepada Rustam Pada Hari Kedua dan Hari Ketiga
Kemudian pada Hari yang kedua, Rustam meminta agar dikirimkan kepadanya seorang lelaki lain. Sa’ad kemudian mengutus Huzaifah bin Mihsan. Huzaifah lalu berbicara kepada Rustam sebagaimana Rib’i berbicra. Kemudian pada HARI YANG KETIGA al Mughirah bin Syu’bah diutus kepada Rustam, dan ia berbicara kepada Rustam dengan pembicaran yang panjang dan baik sekali.
Rustam berkata, “Sesungguhnya, dengan cara bagaimana kamu masuk ke negeri kami. Apakah seperti lalat yang menjumpai madu.”
Al Mughirah menjawab, “Barangsiapa yang dapat menyampaikanku ke tempat itu (madu), Ia akan memperoleh dua dirham. Apabila ia jatuh ke dalamnya, lalu ia meminta agar dikeluarkan darinya, tetapi tidak memperoleh pertolongan. Maka ia berkata, ‘Barangsiapa yang membebaskanku, akan aku beri upah empat dirham.’ Perumpamaan kamu itu seperti serigala yang lemah yang memasuki sebuah ladang anggur. Pemilik ladang itu merasa kasihan melihatnya, lalu membiarkan begitu saja. Ketika serigala itu menjadi gemuk, lalu binatang itu membuat kerusakan di dalam ladang itu. Pemilik ladang itu datang dengan membawa sebatang kayu, lalu menyuruh seorang pembantunya untuk mengusirnya keluar. Serigala itu berusaha keluar dan ladang itu, tetapi tidak mampu karena kegemukan. Oleh karena itu, pemilik ladang itu memukulnya hingga mati. Seperti itulah kamu akan keluar dan negeri kami.”
Maka Rustam pun sangat marah dan bersumpah demi matahari akan membunuh orang-orang Islam keesokan harinya.
Al Mughirah berkata, “Engkau akan mengetahuinya besok.”
Rustam berkata, “Aku akan memerintahkan orang-orangku agar memberimu pakaian, dan kepada amirmu akan aku berikan uang seribu dinar, pakaian dan kendaraan. Dengan begitu, kalian harus meninggalkan kami.”
Al Mughirah berkata, “Akankah itu terjadi setelah kami memusnahkan kerajaanmu dan melemahkan kekuatanmu? Kami hanya mempunyai waktu yang sedikit saja dan akan mengambil bayaran jizyah darimu, dan kamu akan berada di bawah taklukan kami dan menjadi hamba kami, akibat dan kekerasan hatimu.”
Betapa geramnya Rustam mendengar perkataan itu.
Sebagaimana yang diceritakan dalam kitab al Bidaayah. Juga telah diriwayatkan oleh at Tabari dan Ibnu ar Rufail dan ayahnya dan Abu Usman an Nahdi dan yang lainnya.

»»  Baca selanjutnya...

Senin, 24 September 2012

Enam Persoalan Manusia Menurut Imam Ghozali


Imam Ghozali dikenal sebagai ulama besar. Kitabnya banyak dan hingga kini masih sering dikaji oleh santri Indonesia. Yang paling terkenal adalah Ihya’ Ulumuddin. Ada sebuah kisah menarik tentang ajaran Imam Ghozali seputar persoalan hidup. Imam Ghozali mengajukan enam pertanyaan pada murid-muridnya.

Pertanyaan Pertama,
“Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”
Murid-muridnya ada yang menjawab : orang tua, guru teman dan kerabatnya.
Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah ‘mati’. Sebab itu sudah janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Oleh karena itu sudah siapkah kita mati?. Bekal apakah yang akan kita bawa mati?.

Pertanyaan Kedua,
“Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”
Murid-muridnya ada yang menjawab : Negeri China, bulan, matahari dan bintang-bintang.
Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling jauh dengan kita adalah ‘masa lalu’. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh karena itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Allah.

Pertanyaan Ketiga,
“Apa yang paling besar di dunia ini?”
Murid-muridnya ada yang menjawab : Gunung, bumi dan matahari..
Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “nafsu”
Justru nafsu yang menguasai diri kita, menyebabkan manusia gagal menggunakan akal, mata, telinga dan hati yang dikaruniakan Allah untuk hidup dengan benar.

Pertanyaan Keempat,
“Apa yang paling berat di dunia ini?”
Murid-muridnya ada yang menjawab : baja, besi dan gajah.
Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling berat adalah “memegang amanah”
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung dan malaikat, semua itu tidak mampu ketika Allah meminta mereka untuk menjadi kholifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah, namum manusia lupa akan janjinya pada Allah yang tidak bisa memegang amanah.

Pertanyaan Kelima,
“Apa yang paling ringan di dunia ini?”
Murid-muridnya ada yang menjawab : kapas, angin, debu dan daun-daunan.
Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling ringan didunia ini adalah “meninggalkan sholat”. Gara-gara pekerjaan dan urusan dunia kita dengan mudah meninggalkan sholat.

Pertanyaan Keenam,
“Apa yang paling tajam di dunia ini?”
Murid-muridnya dengan serentak menjawab Pedang…!!.
Imam Ghozali menjawab benar, tapi yang paling tajam adalah “lidah manusia”.Karena manusia dengan begitu mudah menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

»»  Baca selanjutnya...

Bagi yang mau berangkat haji, sebaiknya baca kisah ini dulu.


Salah seorang murid Syaikh Syibli rah.a. baru pulang dari menunaikan ibadah haji. Maka Syaikh Syibli rah.a. mengajukan beberapa pertanyaan. Si murid menceritakan bahwa Syaikh bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah berniat kuat untuk menunaikan haji?”

Saya menjawab, “Ya, saya telah berniat kuat menunaikan haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau juga berniat untuk meninggalkan semua kehendak-kehendakmu sejak engkau lahir sampai hari ini yang bertentangan dengan ibadah haji?” Saya menjawab, “Tidak, saya tidak berniat seperti itu.” Syaikh berkata, “Kalau begitu engkau belum berniat haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau melepaskan pakaian yang ada di badanmu ketika engkau mengenakan pakaian ihram?” Saya menjawab, “Ya, saya telah melepaskan semua pakaian yang saya kenakan.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah memisahkan segala sesuatu selain Allah swt. dari dirimu ketika itu?” Saya menjawab, “Tidak.” Syaikh berkata, “Lalu apa gunanya melepaskan pakaian?” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah bersuci dengan berwudhu dan mandi?” Saya menjawab, “Ya, saya benar-benar telah bersuci.” Syaikh bertanya, “Pada waktu itu, apakah engkau telah bersih dari segala macam kotoran dan kesalahan?” Saya menjawab, “Kalau yang itu, belum.” Syaikh berkata, “Lalu, kesucian macam apa yang telah engkau hasilkan?” Syaikh bertanya, "Apakah engkau mengucapkan Labbaik?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau mendapat jawaban Labbaik?" Saya menjawab, "Tidak, saya tidak mendengar jawabannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu, engkau belum mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk ke tanah Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk ke tanah Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah berazam untuk meninggalkan semua perkara yang haram untuk selama-lamanya?" Saya menjawab, "Kalau yang itu saya belum melakukannya." Syaikh bertanya, "Kalau begitu, engkau belum masuk di tanah Haram." Syaikh berkata, "Apakah engkau telah mengunjungi Makkah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengunjunginya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau ingat kampung akhirat?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengunjungi Makkah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjidil Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah pada saat itu engkau merasa masuk di dekat Allah swt.?" Saya menjawab, "Saya tidak merasa." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah datang di Ka'bah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah datang di Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau melihat sesuatu yang karenanya engkau mendatangi Ka'bah?" Saya menjawab, "Saya tidak melihatnya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melihat Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Raml di dalam Thawaf?" (Raml adalah cara berlarian yang khusus). Saya menjawab, "Ya, saya melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah dalam berlarian itu engkau telah lari dari dunia sehingga engkau merasa bahwa engkau telah terlepas dari dunia?" Saya menjawab, "Saya belum merasakannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melakukan Raml." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mencium Hajar-Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Maka Syaikh merasa ketakutan dan keluar dari mulutnya suara aah yang panjang. Lalu ia berkata, "Celaka, tahukah engkau bahwa barang siapa yang mencium Hajar Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya, seakan-akan ia telah bersalaman dengan Allah swt.. Dan barang siapa yang diajak bersalaman oleh Allah swt., ia dalam keadaan aman dari segala arah. Lalu apakah telah tampak kesan keamanan pada dirimu?" Saya berkata, "Tidak tampak pada diri saya kesan keamanan itu." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum meletakkan tanganmu di atas Hajar Aswad." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mengerjakan shalat sunah dua rakaat di Maqam Ibrahim?" Saya menjawab, "Ya, saya telah mengerjakannya." Syaikh bertanya, "Pada saat itu engkau telah sampai di martabat yang tinggi di hadapan Allah swt., apakah engkau telah menunaikan hak dari martabat itu, dan apakah engkau telah menyempurnakan maksud yang menjadikan engkau berdiri di tempat itu?" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan apa-apa." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum mengerjakan shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim." Syaikh bertanya, "Apakah engkau naik ke bukit Shafa ketika melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di bukit Shafa." Syaikh bertanya, "Apa yang engkau lakukan di sana?" Saya menjawab, "Saya mengucapkan takbir sebanyak 7 (tujuh) kali dan berdoa supaya haji saya diterima." Syaikh bertanya, "Apakah para malaikat mengucapkan takbir bersama ucapan takbirmu dan apakah mau menyadari akan hakikat takbirmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum mengucapkan takbir." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah turun dari Shafa?" Saya menjawab, "Ya, saya turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah bersih dari segala keburukan?" Saya menjawab, 'Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik di bukit Shafa dan belum turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau berlari antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu apakah engkau telah berlari dari segala sesuatu dan telah sampai kepada Allah swt.. (Kemungkinan menunjuk kepada ayat dalam surat Syuara' yang menerangkan kisah Nabi Musa a.s. "Aku lari darimu apabila aku takut kepadamu." dan "Dan berlarilah menuju Allah.") Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum berlari antara Shafa dan Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah naik di bukti Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah naik di atasnya." Syaikh bertanya, "Apakah sakinah turun ke atasmu dan engkau mendapatkan sakinah secara sempurna?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum naik ke atas bukit Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah di sana engkau telah menumpahkan harapan kepada Allah swt. yang tidak disertai dengan perbuatan dosa?" Saya menjawab, "Itu belum bisa." Syaikh berkata, "Engkau belum pergi ke Mina." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjid Khaif (yang berada di Mina)?" Saya menjawab, "Ya, saya masuk di dalamnya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau pada waktu itu merasa takut kepada Allah swt. yang tidak pernah engkau rasakan pada saat yang lain?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum masuk di masjid Khaif." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah sampai di padang Arafah?" Saya menjawab, "Ya, saya sampai di sana." Syaikh bertanya, "Waktu di sana, apakah engkau mengetahui apa maksudnya engkau datang di dunia, apa yang sedang engkau kerjakan, dan sekarang mau pergi ke mana, dan apakah engkau mengenali perkara-perkara yang mengingatkan keadaan itu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum pergi ke Arafah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah pergi ke Muzdalifah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah pergi ke sana." Syaikh bertanya, "Apakah engkau di sana berdzikir kepada Allah swt. sedemikian rupa sehingga selain Allah swt. terlupakan?" (Sebagaimana yang telah disebutkan oleh ayat "Dan ingatlah Allah di Masy'aril Haram.)" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan seperti itu." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau tidak sampai di Muzdalifah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau menyembelih binatang kurban di Mina?" Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah menyembelih nafsumu?" Saya menjawab, "Tidak."


Syaikh berkata, "Berarti engkau belum menyembelih binatang kurban." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melempar Jumrah (melempar syaitan dengan kerikil)?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Bersamaan dengan setiap batu apakah engkau telah melemparkan satu kejahilanmu yang lalu dan merasakan bertambahnya ilmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Ifadhah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu adakah suatu hakikat terbuka ke atasmu, dan apakah telah turun ke atasmu kehormatan dan jamuan dari Allah swt.?, karena Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang pergi haji dan Umrah adalah orang yang menziarahi Allah swt.. Dan orang yang diziarahi punya kewajiban untukmenuliskan dan menghormati orang-orang yang menziarahinya." Saya menjawab, "Tidak ada sesuatu hakikat yang terbuka kepada saya." Syaikh berkata, "Engkau juga belum melakukan Thawaf Ifadhah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah bertahallul? (Tahallul adalah melepaskan pakaian ihram). Saya menjawab, "Ya, saya telah bertahallul." Syaikh berkata, "Engkau juga belum bertahallul." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Thawaf Wada'?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah waktu itu engkau telah mengucapkan selamat tinggal dengan sepenuhnya kepada jiwa ragamu (hawa nafsumu)?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau belum melakukan Thawaf Wada'." Kemudian Syaikh berkata, "Pergi hajilah kembali, dan tunaikanlah haji sebagaimana yang telah saya terangkan kepadamu secara terperinci tadi."
Saya mengutip kisah yang panjang ini agar orang-orang mengetahui bagaimanakah hajinya para wali Allah. Semoga Allah swt. dengan limpahan karunia dan rahmat-Nya mengaruniakan kepada hamba yang hina ini haji yang seperti itu. Aamiin.

»»  Baca selanjutnya...

Minggu, 23 September 2012

Raja-Raja Muslim Penguasa Dunia


Dalam kitab Al Bidayah wa Nihayah yang ditulis oleh Ibnu Katsir, disebutkan bahwa seluruh dunia ini dikuasai oleh dua orang raja mu’min dan dua raja kafir. Dua raja mu’min itu adalah Sulaiman bin Dawud dan Dzulqornain. Sedangkan dua raja kafir itu adalah Namrud dan Bukhtanashor.

Sulaiman bin Dawud
Sulaiman adalah salah satu Nabi yang juga sebagai raja bani Israil menggantikan ayahnya Daud ‘Alaihissalam. Dia dianugerahi oleh Alloh Subhannahu wa Ta’ala kerajaan yang besar. Alloh menundukkan manusia, jin, burung, dan angin untuknya, dan dapat mengerti bahasa binatang. Beliau juga dianugerahi oleh Alloh berupa kecerdasan dan kemampuan untuk memberi keputusan yang benar dalam perkara-perkara yang sulit yang terjadi pada masanya. Dia juga seorang yang gemar berjihad dijalan Alloh, memperhatikan bala tentaranya, cermat meneliti mereka dan perlengkapannya. Ketika Sulaiman merasa ajalnya telah dekat, ia berkata, “Ya Alloh rahasiakan kematianku kepada jin, sehingga semua orang mengetahui bahwa jin tidak mengetahui yang hal gaib”.
Sulaiman meninggal dalam keadaan bertopang kepada tongkatnya. Setelah satu tahun, jasad Sulaiman terjatuh karena tongkatnya dimakan rayap. Ketika itu barulah jin mengetahui Sulaiman telah meninggal. Setelah itu tampuk kepemimpinan jatuh ke tangan anaknya, tetapi hanya berlangsung selama satu tahun. Setelah itu pemerintahan bani israil terpecah belah.

Dzulqornain 
Dalam surat al Kahfi, Alloh Subhannahu wa Ta’ala menyebutkan Dzulqornain dan memujinya sebagai raja yang adil dan mampu menguasai timur dan barat yaitu tempat matahari terbit dan tempat matahari terbenam, sebagai raja wilayah diantara keduanya. Tiada yang sebanding dengannya, demikian menurut Imam Az-Zuhri.Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Alloh menganugerahinya kekuasaan yang besar yang mencakup segala sesuatu yang diberikan pada para raja, berupa tentara, perlengkapan perang, dan beberapa benteng sehingga banyak negeri raja-raja di muka bumi yang tunduk kepadanya. Dia juga dianugerahi ilmu pengetahuan dan dapat memahami berbagai macam bahasa. Dia tidak menyerbu suatu bangsa sebelum berbicara dengan mereka dalam bahasa mereka sendiri.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa dia melakukan perjalanan hingga mencapai tempat terjauh di belahan bumi bagian barat, ia menyaksikan seakan-akan matahari tenggelam di laut yang berlumpur hitam dan panas. Dia mendapati segolongan besar dari bani Adam, kemudian Alloh memberikan kekuasaan kepadanya untuk menyiksa atau berbuat kebaikan pada mereka.
Kemudian dia melakukan perjalanan kearah terbitnya matahari, yaitu kearah timur. Setiap kali melewati segolongan umat, maka ia dapat mengalahkan dan menguasai mereka serta menyeru mereka kepada Alloh. Ketika sampai ditempat terbitnya matahari, dia menjumpai kaum yang tidak mempunyai bangunan yang dapat dijadikan tempat tinggal, dan tidak ada pepohonan yang dapat menaungi dan melindungi mereka dari terik matahari. Kemudian dia menempuh jalan yang lain lagi, hingga sampai di hadapan dua buah bukit, terdapat dua gunung, yang diantara keduanya terdapat lubang yang darinya keluar ya’juj dan ma’juj yang membuat kerusakan(mengenai ya’juj ma’juj anda dapat membaca artikel pada alamat : http://id.shvoong.com/books/biography/2068108-ya-juj-dan-ma-juj/ ) . dan dia menjumpai dihadapan bukit itu suatu kaum yang hampir tidak dimengerti karena keterasingan bahasa yang digunakan dan tempat tinggal yang terlalu jauh dari manusia yang lain.

Mengenai anggapan bahwa Dzulqornain adalah Alexander yang memiliki menteri Aristoteles(seorang filosof) adalah tidak benar, karena Alexander adalah seorang penyembah berhala begitu juga menterinya, sedangkan Dzulqornain adalah seorang yang bertauhid dan beriman kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala. Dalam Al Bidayah wa Nihayah disebutkan bahwa Dzulqornain hidup dizaman Ibrahim ‘Alaihissalam dan bersamanya melakukan thawaf di Baitulloh, sedangkan Alexander putra Philips al Maqduny al Yunani hidup 300 tahun sebelum Nabi Isa ‘Alaihissalam, hal tersebut juga dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Adanya anggapan bahwa Dzulqornain adalah Cyrus yang agung juga tidak tepat, karena Cyrus(Bangsa Arab sering menyebutnya Kursy) adalah raja Persia sedangkan Dzulqornain adalah keturunan Arab sebagaimana disebutkan al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, selain itu jarak antara Dzulqornain dan kelahiran Isa ‘Alaihissalam lebih dari 2000 tahun, sedangkan Cyrus hidup lima ratus tahun sebelum kelahiran Isa ‘Alaihissalam. Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan didalam kitab Fathul Bari pendapat-pendapat ulama mengenai nama Dzulqornain
1. Abdullah bin adh Dhahak bin Ma’ad bin ‘Adnan, sebagaimana diriwayatkan ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas dan Al Hafizh menilai bahwa sanadnya sangatlah lemah.
2. Ash Sho’b.
3. Al Mundzir bin Abi al Qois salah seorang Raja Hiroh sedangkan ibunya adalah Mawiyah binti ‘Auf bin Jasym.
4. Ash Sho’b bin Qorn bin Hamal salah seorang Raja Hamir.
5. Alexander putra Philips, demikian menurut Ath Thobari meskipun pendapat ini telah terbantahkan sebagaimana penjelasan diatas.
6. Philips, pendapat ini dikuatkan oleh al Mas’udiy.
7. Al Humaisya’ sebagaimana disebutkan oleh al Hamdaniy. Kunyahnya adalah Abu Ash Sho’b, ia adalah Ibnu ‘Amr bin ‘Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba’
8. Abdullah bin Qorin bin Manshur bin Abdullah bin al Azd
Dari nama-nama tersebut yang paling kuat menurut Al Hafizh adalah ash Sho’b berdasarkan syair-syair kuno peninggalan para pujangga seperti syair Umru’ al Qois, Aus bin Hajar, Thurfah bin al Aid, dan lainnya. (mengenai Dzulqornain selengkapnya anda dapat membaca di :http://id.shvoong.com/books/biography/2073823-dzulqornain-raja-penguasa-timur-dan/)
Sumber : http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/dzulqarnain.htm

»»  Baca selanjutnya...

Raja-Raja Kafir Penguasa Dunia


Namrudz (Nimrod)
Silsilah lengkapnya adalah Namrudz bin Kan’an bin Kush bin ham bin Nuh. Namrudz sendiri merupakan kata jamak yang memiliki arti “ mari memberontak”. Namanya tercatat dalam Taurat, Injil, dan AlQur’an. Namrudz adalah salah seorang raja babilonia yang hidup semasa dengan nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam (2275-1943 SM) dan menjadi musuhnya dalam berdakwah untuk mengesakan Alloh Subhannahu wa Ta’ala. 
Pada zamannya, namrudz merupakan seorang raja yang cerdas, wilayahnya meliputi Asia Barat dan Timur Tengah. Ia telah berhasil membangun kota-kota besar seperti Babel, Erekh, Akad, Asyur, Niniveh, Rehobot-Ir, dan Kalah yang kesemua kota itu terletak di tanah Shinar. Namanya juga terkenal karena usahanya sebagai pendiri Menara Babel (www.wikipedia.org). 
Namun semua yang dimilikinya itu membuatnya bersikap sombong dan mengaku sebagai Tuhan, sehingga dia selalu memusuhi dakwah Nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam, bahkan pernah memerintahkan untuk membakar Nabi Ibrohim. Namun atas izin alloh Subhannahu wa Ta’ala api tak sanggup membakarnya dan menjadi dingin. Dan inilah yang menjadi mukjizat Nabi Ibrohim Khalilulloh.
Dalam kisah lain diceritakan Namrudz menantang Alloh Subhannahu wa Ta’ala dengan membawa 700.000 pasukan berkuda lengkap dengan senjatanya. Maka Alloh Subhannahu wa Ta’ala mengirimkan jutaan ekor nyamuk yang membinasakan seluruh pasukannya. Sedangkan Namrudz diberikan waktu selama 3 hari untuk bertaubat, namun dia tidak mau bertaubat sehingga seekor nyamuk masuk ke kepalanya melalui lubang hidung dan menggerogoti otaknya selama 40 hari, akhirnya dia tewas. 


Bukhtanashor
Bukhtanashor(bukhta = ibnun dan nashor = nama berhala) disebut demikian karena dia dibuang orang tuanya di bawah patung berhala yang bernama Nashor.Disebut juga Nebukadnezar II adalah penguasa kerajaan Babilonia dalam dinasti Kaldea yang berkuasa pada 605-562 SM. Dia disebutkan dalam kitab Daniel dan membangun Taman Gantung Babilonia. Dia menaklukkan Yerusalem dan mengirim orang-orang yahudi ke Pembuangan (id.wikipedia.org).
Dalam kitab al Bidayah wa Nihayah, Ishak bin Basyar berkata, “ Saat terjadinya peristiwa besar dikalangan bani Israil karena mereka melakukan berbagai kemaksiatan dan membunuh para nabi (mereka membunuh Nabi Yahya), Alloh mengutus Nabi Aramiya kepada mereka untuk menyampaikan risalah , dan ancaman berupa azab bagi yang tidak mau taat. Namun mereka mendustakannya dan menuduh Nabi Aramiya sebagai pembohong dan terkena penyakit gila, bahkan mereka menangkap, mengikat dan memenjarakannya. Ketika itulah Alloh Ta’ala menghukum mereka dengan mendatangkan Bukhtanashor dan pasukannya untuk mengepung, menawan dan menghancurkan mereka. 


»»  Baca selanjutnya...

Manfaat Membaca Al-Qur'an


Belajar Ilmu Al-Qur'anSosok itu mendapatkan hikmah luar biasa dari ceramah Jumatan kali ini. Masjid PDAM Jl. Atlas tempatnya, dan di sanalah sosok itu juga menikmati makan siangnya beralaskan tikar di bawah pohon sukun dan mangga bersama kawan-kawan kantor yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20 orang. Wallahu’alam apakah ini adalah kisah nyata atau fiksi belaka. Cukuplah kita mengambil manfaat yang terkandung di dalamnya.

Alkisah, ada seorang ulama yang bermimpi bertemu dengan sahabatnya di alam kubur. Ya, sahabatnya itu sudah wafat. Dalam mimpinya itu, sang sahabat selalu mendapatkan kiriman berupa pakaian baru dan makanan yang berlimpah ruah. Sang ulama merasa heran, bagaimana bisa sahabatnya yang telah wafat mendapatkan kiriman berupa pakaian dan makanan ke alam kuburnya? Pada saat terjaga, sang ulama pun penasaran.

Sang ulama kemudian pergi berkunjung ke rumah anak dari sahabatnya itu di luar kota. Sampai akhirnya, ia pun menemukan sang anak yang ternyata berprofesi sebagai seorang pedagang. Dari jauh ia memperhatikan keseharian anak itu. Dan subhanallah, ternyata anak itu tak pernah lepas dari membaca Al-Quran kecuali ketika harus melayani pembeli dan harus mendirikan shalat wajib. Setelah berdagangnya selesai, sang ulama pun menghampiri anak dari sahabatnya itu.

Sang ulama memperkenalkan diri bahwa dirinya adalah sahabat dekat dari ayahnya yang telah wafat. Sang anak pun menerima ulama tersebut dan mempersilakan masuk. Singkat cerita, sang ulama bertanya pada anak itu mengapa dia tak pernah lepas dari membaca Al-Quran. Lalu sang anak pun bercerita bahwa sewaktu ayahnya masih hidup, dirinya sering mengirimkan pakaian baru dan makanan pada ayahnya itu. Hingga kemudian ayahnya wafat, sang anak pun bersedih hati dan bingung karena tidak bisa memberikan kebaikan untuk ayahnya itu.

Lalu sang anak pun mengazamkan dirinya untuk membaca Al-Quran. Ia mengazamkan bahwa pahala dari membaca Al-Quran itu diberikan pada ayahnya di alam kubur. Ia sangat yakin bahwa ayahnya akan mendapatkan kebaikan di alam kubur sana dari amalan membaca Al-Quran itu. Dan sang ulama pun mengesat air matanya yang jatuh sejak tadi. Bibirnya tersenyum bangga bahwa anak dari sahabatnya itu adalah seorang anak saleh yang bisa membahagiakan ayahnya meski sudah berbeda dunia. SubhanAllah.

»»  Baca selanjutnya...

Adab-Adab Masuk Kamar Mandi


Siapa saja yang hendak menunaikan hajatnya, buang air besar atau air kecil, maka hendaklah ia mengikuti 10 adab berikut ini. Semoga bermanfaat.

Pertama: Menutup diri dan menjauh dari manusia ketika buang hajat.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى.

“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”[1]

Kedua: Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah.
Seperti memakai cincin yang bertuliskan nama Allah dan semacamnya. Hal ini terlarang karena kita diperintahkan untuk mengagungkan nama Allah dan ini sudah diketahui oleh setiap orang secara pasti. Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)

Ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki kamar mandi, beliau meletakkan cincinnya.”[2] Akan tetapi hadits ini adalah hadits munkar yang diingkari oleh banyak peneliti hadits. Namun memang cincin beliau betul bertuliskan “Muhammad Rasulullah”.[3]

Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Jika cincin atau semacam itu dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh barang tersebut dimasukkan ke WC. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Jika ia mau, ia boleh memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya.” Sedangkan jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka boleh masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut dengan alasan kondisi darurat.”[4]

Ketiga: Membaca basmalah dan meminta perlindungan pada Allah (membawa ta’awudz) sebelum masuk tempat buang hajat.
Ini jika seseorang memasuki tempat buang hajat berupa bangunan. Sedangkan ketika berada di tanah lapang, maka ia mengucapkannya di saat melucuti pakaiannya.[5]

Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِى آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ

“Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu ia ucapkan “Bismillah”.”[6]

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan[7]).”[8]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adab membaca doa semacam ini tidak dibedakan untuk di dalam maupun di luar bangunan.”[9]

Untuk do’a “Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits”, boleh juga dibaca Allahumma inni a’udzu bika minal khubtsi wal khobaits (denga ba’ yang disukun). Bahkan cara baca khubtsi (dengan ba’ disukun) itu lebih banyak di kalangan para ulama hadits sebagaimana dikatakan oleh Al Qodhi Iyadhrahimahullah. Sedangkan mengenai maknanya, ada ulama yang mengatakan bahwa makna khubtsi(dengan ba’ disukun) adalah gangguan setan, sedangkan khobaits adalah maksiat.[10] Jadi, cara baca dengan khubtsi (dengan ba’ disukun) dan khobaits itu lebih luas maknanya dibanding dengan makna yang di awal tadi karena makna kedua berarti meminta perlindungan dari segala gangguan setan dan maksiat.

Keempat: Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar dari tempat tersebut dengan kaki kanan.
Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti memakai sandal dan menyisir, maka kita dituntunkan untuk mendahulukan yang kanan. Sebagaimana terdapat dalam hadits,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap  perkara (yang baik-baik).”[11]

Dari hadits ini, Syaikh Ali Basam mengatakan, “Mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i, dalil logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara yang jelek, maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas berdasarkan dalil syar’i dan logika.”[12]

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alasan dari sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik. Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini berdasarkan dalil yang sifatnya global.”[13]

Kelima: Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى

“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”[14] Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di Madinah. Namun kalau kita berada di Indonesia, maka berdasarkan hadits ini kita dilarang buang hajat dengan menghadap arah barat dan timur, dan diperintahkan menghadap ke utara atau selatan.

Namun apakah larangan menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat berlaku di dalam bangunan dan di luar bangunan? Jawaban yang lebih tepat, hal ini berlaku di dalam dan di luar bangunan berdasarkan keumuman hadits Abu Ayyub Al Anshori di atas. Pendapat ini dipilih oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[15], Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani[16] dan pendapat terakhir dari Syaikh Ali Basam[17].
Adapun hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan,

ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِى ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْضِى حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ

“Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.”[18] Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi kiblat ketika buang hajat. Maka mengenai hadits Ibnu ‘Umar ini kita dapat memberikan jawaban sebagai berikut.
Pelarangan menghadap dan membelakangi kiblat lebih kita dahulukan daripada yang membolehkannya.
Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat lebih didahulukan dari perbuatan beliau.
Hadits Ibnu ‘Umar tidaklah menasikh (menghapus) hadits Abu Ayyub Al Anshori karena apa yang dilihat oleh Ibnu ‘Umar hanyalah kebetulan saja dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan adanya hukum baru dalam hal ini.[19]
Simpulannya, pendapat yang lebih tepat dan lebih hati-hati adalah haram secara mutlak menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat.

Keenam: Terlarang berbicara secara mutlak kecuali jika darurat.
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ.

“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”[20]

Syaikh Ali Basam mengatakan, “Diharamkan berbicara dengan orang lain ketika buang hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang hina, menunjukkan kurangnya rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga diri).” Kemudian beliau berdalil dengan hadits di atas.[21]

Syaikh Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir pada Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika seseorang berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin meminta air dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat. Wallahu a’lam.”[22]

Ketujuh: Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ». قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِى ظِلِّهِمْ ».

“Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.”[23]

Kedelapan: Tidak buang hajat di air yang tergenang.
Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.”[24]

Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan, “Larangan di sini berlaku untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-sama dapat mencemari.”[25] Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan bendungan karena dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya bagi yang lainnya. Jika kencing saja terlarang, lebih-lebih lagi buang air besar. Sedangkan jika airnya adalah air yang mengalir (bukan tergenang), maka tidak mengapa. Namun ahsannya (lebih baik) tidak melakukannya karena seperti ini juga dapat mencemari dan menyakiti yang lain.[26]

Kesembilan: Memperhatikan adab ketika istinja’ (membersihkan sisa kotoran setelah buang hajat, alias cebok), di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ

“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.”[27]

2. Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar). Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq.[28] Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih.
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”[29]

Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan minimal tiga batu adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلاَثاً

“Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu), maka gunakanlah tiga batu.”[30]

3. Memerciki kemaluan dan celana dengan air setelah kencing untuk menghilangkan was-was.
Ibnu ‘Abbas mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ فَرْجَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali – satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki kemaluannya.”[31]

Jika tidak mendapati batu untuk istinja’, maka bisa digantikan dengan benda lainnya, asalkan memenuhi tiga syarat: [1] benda tersebut suci, [2] bisa menghilangkan najis, dan [3] bukan barang berharga seperti uang atau makanan.[32] Sehingga dari syarat-syarat ini, batu boleh digantikan dengan tisu yang khusus untuk membersihkan kotoran setelah buang hajat.

Kesepuluh: Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau keluar kamar mandi beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).”[33]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Kenapa seseorang dianjurkan mengucapkan “ghufronaka” selepas keluar dari kamar kecil, yaitu karena ketika itu ia dipermudah untuk mengeluarkan kotoran badan, maka ia pun ingat akan dosa-dosanya. Oleh karenanya, ia pun berdoa pada Allah agar dihapuskan dosa-dosanya sebagaimana Allah mempermudah kotoran-kotoran badan tersebut keluar.”[34]

Demikian beberapa adab ketika buang hajat yang bisa kami sajikan di tengah-tengah pembaca sekalian. Semoga Allah memberi kepahaman dan memudahkan untuk mengamalkan adab-adab yang mulia ini. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu yang bermanfaat yang akan membuahkan amal yang sholih.
Diselesaikan di malam hari, di Pangukan-Sleman, 7 Rabi’ul Akhir 1431 H (22/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR. Ibnu Majah no. 335. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. Abu Daud no. 19 dan Ibnu Majah no. 303. Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini munkar. Syaikh Al Abani juga mengatakan bahwa hadits ini munkar.
[3] HR. Bukhari no. 5872 dan Muslim no. 2092.
[4] Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/92, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[5] Keterangan dari Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/93.
[6] HR. Tirmidzi no. 606, dari ‘Ali bin Abi Tholib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Pengertian setan laki-laki dan setan perempuan sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Abu Sulaiman Al Khottobi. Lihat Al Minjah Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 4/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392.
[8] HR. Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375.
[9] Al Minjah Syarh Shahih Muslim, 4/71.
[10] Lihat Idem.
[11] HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[12] Lihat Taisirul ‘Alam, Syaikh Ali Basam, hal. 26, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1424 H.
[13] As Sailul Jaror, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 1/64, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1405 H.
[14] HR. Bukhari no. 394 dan Muslim no. 264.
[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/94.
[16] Lihat Ad Daroril Madhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, hal. 36-38, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[17] Lihat Taisirul ‘Alam, footnote hal. 30-31. Sebelumnya beliau berpendapat bolehnya membelakangi kiblat jika berada di dalam bangunan. Kemudian beliau ralat setelah itu.
[18] HR. Bukhari no. 148, 3102 dan Muslim no. 266.
[19] Lihat Ad Daroril Madhiyah hal. 36-28, Taisir ‘Alam footnote pada hal. 30-31, dan Shahih Fiqh Sunnah 1/94.
[20] HR. Muslim no. 370.
[21] Lihat Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Ali Basam, 1/315, Darul Atsar, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[22] Shahih Fiqh Sunnah, 1/95.
[23] HR. Muslim no. 269.
[24] HR. Muslim no. 281.
[25] Lihat Kifayatul Akhyar, Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Hushni Ad Dimasyqi, hal. 35, Darul Kutub Al Islamiyah, cetakan pertama, 1424 H.
[26] Lihat Taisirul ‘Alam, hal. 19.
[27] HR. Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267.
[28] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/88-89.
[29] HR. Bukhari no. 150 dan Muslim no. 271.
[30] HR. Ahmad (3/400). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini kuat.
[31] HR. Ad Darimi no. 711. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[32] Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 34.
[33] HR. Abu Daud no. 30, At Tirmidzi no. 7, Ibnu Majah no. 300, Ad Darimi no. 680. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[34] Majmu’ Fatawa wa Rosail Al ‘Utsaimin, 11/107, Darul Wathon-Daruts Tsaroya, cetakan terakhir, 1413 H.


»»  Baca selanjutnya...

13 Waktu Mustajab dalam Berdo'a


Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي
“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits hasan shahih’)

Sungguh Allah memahami keadaan manusia yang lemah dan senantiasa membutuhkan akan Rahmat-Nya. Manusia tidak pernah lepas dari keinginan, yang baik maupun yang buruk. Bahkan jika seseorang menuliskan segala keinginannya dikertas, entah berapa lembar akan terpakai.

Maka kita tidak perlu heran jika Allah Ta’ala melaknat orang yang enggan berdoa kepada-Nya. Orang yang demikian oleh Allah ‘Azza Wa Jalla disebut sebagai hamba yang sombong dan diancam dengan neraka Jahannam. Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah Ya Rabb…

Berdoa Di Waktu Yang Tepat

Diantara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir
Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang berdoa disepertiga malam yang terakhir. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون
“Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18)
Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rabb kita Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang berdoa ketika itu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا ، حين يبقى ثلث الليل
الآخر، يقول : من يدعوني فأستجيب له ، من يسألني فأعطيه ، من يستغفرني
فأغفر له
“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni’” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)
Dari hadits ini jelas bahwa sepertiga malam yang akhir adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih lagi di bulan Ramadhan, bangun di sepertiga malam akhir bukanlah hal yang berat lagi karena bersamaan dengan waktu makan sahur. Oleh karena itu, manfaatkanlah sebaik-baiknya waktu tersebut untuk berdoa.

2. Ketika berbuka puasa
Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena diwaktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana hadits:

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه
“Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)
Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ثلاث لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل و المظلوم
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405)
Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja yang termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Namun perlu diketahui, terdapat doa yang dianjurkan untuk diucapkan ketika berbuka puasa, yaitu doa berbuka puasa. Sebagaimana hadits

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” (HR. Abu Daud no.2357)

3. Ketika malam lailatul qadar
Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firmanAllah Ta’ala:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)
Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiallahu’anha:

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
“Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah:

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni ['Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku'']“(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, )
Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu’anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang
Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540)

5. Di antara adzan dan iqamah
Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212,)

6. Ketika sedang sujud dalam shalat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد . فأكثروا الدعا
“Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات
“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

8. Di hari Jum’at
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة ، فقال : فيه ساعة ، لا
يوافقها عبد مسلم ، وهو قائم يصلي ، يسأل الله تعالى شيئا ، إلا أعطاه
إياه . وأشار بيده يقللها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)
Adapun waktunya ..
waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:

هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu).
setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:

يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu)

9. Ketika turun hujan
Hujan adalah nikmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta’ala:

ثنتان ما تردان : الدعاء عند النداء ، و تحت المطر
“Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534,)

10. Hari Rabu antara Dzuhur dan Ashar
Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya doa diantara shalat Zhuhur dan Ashar dihari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم
الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ
البِشْرُ في وجهه

قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة
“Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa,dan saya mendapati dikabulkannya doa saya’”
Dalam riwayat lain:

فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر
“Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603,)

11. Ketika Hari Arafah
Hari Arafah adalah hari ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama’ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خير الدعاء دعاء يوم عرفة
“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585)

12. Ketika Perang Berkecamuk
Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540,)

13. Ketika Meminum Air Zam-zam
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ماء زمزم لما شرب له
“Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018.)
Demikian uraian mengenai waktu-waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita.

»»  Baca selanjutnya...