Salah seorang murid Syaikh Syibli rah.a. baru pulang dari
menunaikan ibadah haji. Maka Syaikh Syibli rah.a. mengajukan beberapa
pertanyaan. Si murid menceritakan bahwa Syaikh bertanya kepadanya, “Apakah
engkau telah berniat kuat untuk menunaikan haji?”
Saya menjawab, “Ya, saya telah berniat kuat menunaikan haji.” Syaikh bertanya,
“Apakah engkau juga berniat untuk meninggalkan semua kehendak-kehendakmu sejak
engkau lahir sampai hari ini yang bertentangan dengan ibadah haji?” Saya
menjawab, “Tidak, saya tidak berniat seperti itu.” Syaikh berkata, “Kalau
begitu engkau belum berniat haji.” Syaikh bertanya, “Apakah engkau melepaskan
pakaian yang ada di badanmu ketika engkau mengenakan pakaian ihram?” Saya
menjawab, “Ya, saya telah melepaskan semua pakaian yang saya kenakan.” Syaikh
bertanya, “Apakah engkau telah memisahkan segala sesuatu selain Allah swt. dari
dirimu ketika itu?” Saya menjawab, “Tidak.” Syaikh berkata, “Lalu apa gunanya
melepaskan pakaian?” Syaikh bertanya, “Apakah engkau telah bersuci dengan berwudhu
dan mandi?” Saya menjawab, “Ya, saya benar-benar telah bersuci.” Syaikh
bertanya, “Pada waktu itu, apakah engkau telah bersih dari segala macam kotoran
dan kesalahan?” Saya menjawab, “Kalau yang itu, belum.” Syaikh berkata, “Lalu,
kesucian macam apa yang telah engkau hasilkan?” Syaikh bertanya, "Apakah
engkau mengucapkan Labbaik?" Saya menjawab, "Ya, saya telah
mengucapkan Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau mendapat
jawaban Labbaik?" Saya menjawab, "Tidak, saya tidak mendengar
jawabannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu, engkau belum mengucapkan
Labbaik." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah masuk ke tanah
Haram?" Saya menjawab, "Ya, saya telah masuk ke tanah Haram."
Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah berazam untuk
meninggalkan semua perkara yang haram untuk selama-lamanya?" Saya
menjawab, "Kalau yang itu saya belum melakukannya." Syaikh bertanya,
"Kalau begitu, engkau belum masuk di tanah Haram." Syaikh berkata,
"Apakah engkau telah mengunjungi Makkah?" Saya menjawab, "Ya,
saya telah mengunjunginya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu
engkau ingat kampung akhirat?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh
berkata, "Kalau begitu engkau belum mengunjungi Makkah." Syaikh
bertanya, "Apakah engkau telah masuk di Masjidil Haram?" Saya menjawab,
"Ya, saya telah masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya,
"Apakah pada saat itu engkau merasa masuk di dekat Allah swt.?" Saya
menjawab, "Saya tidak merasa." Syaikh berkata, "Berarti engkau
belum masuk di Masjidil-Haram." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah
datang di Ka'bah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah datang di
Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau melihat sesuatu yang
karenanya engkau mendatangi Ka'bah?" Saya menjawab, "Saya tidak
melihatnya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melihat
Ka'bah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan Raml di
dalam Thawaf?" (Raml adalah cara berlarian yang khusus). Saya menjawab,
"Ya, saya melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah dalam
berlarian itu engkau telah lari dari dunia sehingga engkau merasa bahwa engkau
telah terlepas dari dunia?" Saya menjawab, "Saya belum
merasakannya." Syaikh berkata, "Kalau begitu engkau belum melakukan
Raml." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah mencium Hajar-Aswad
dengan meletakkan tangan di atasnya?" Saya menjawab, "Ya, saya telah
melakukannya." Maka Syaikh merasa ketakutan dan keluar dari mulutnya suara
aah yang panjang. Lalu ia berkata, "Celaka, tahukah engkau bahwa barang
siapa yang mencium Hajar Aswad dengan meletakkan tangan di atasnya, seakan-akan
ia telah bersalaman dengan Allah swt.. Dan barang siapa yang diajak bersalaman
oleh Allah swt., ia dalam keadaan aman dari segala arah. Lalu apakah telah
tampak kesan keamanan pada dirimu?" Saya berkata, "Tidak tampak pada
diri saya kesan keamanan itu." Syaikh berkata, "Berarti engkau belum
meletakkan tanganmu di atas Hajar Aswad." Syaikh bertanya, "Apakah
engkau telah mengerjakan shalat sunah dua rakaat di Maqam Ibrahim?" Saya
menjawab, "Ya, saya telah mengerjakannya." Syaikh bertanya,
"Pada saat itu engkau telah sampai di martabat yang tinggi di hadapan
Allah swt., apakah engkau telah menunaikan hak dari martabat itu, dan apakah
engkau telah menyempurnakan maksud yang menjadikan engkau berdiri di tempat
itu?" Saya menjawab, "Saya tidak melakukan apa-apa." Syaikh berkata,
"Kalau begitu engkau belum mengerjakan shalat dua rakaat di Maqam
Ibrahim." Syaikh bertanya, "Apakah engkau naik ke bukit Shafa ketika
melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah?" Saya menjawab, "Ya, saya
telah naik di bukit Shafa." Syaikh bertanya, "Apa yang engkau lakukan
di sana?" Saya menjawab, "Saya mengucapkan takbir sebanyak 7 (tujuh)
kali dan berdoa supaya haji saya diterima." Syaikh bertanya, "Apakah
para malaikat mengucapkan takbir bersama ucapan takbirmu dan apakah mau menyadari
akan hakikat takbirmu?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata,
"Berarti engkau belum mengucapkan takbir." Syaikh bertanya,
"Apakah engkau telah turun dari Shafa?" Saya menjawab, "Ya, saya
turun darinya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah
bersih dari segala keburukan?" Saya menjawab, 'Tidak." Syaikh
berkata, "Engkau belum naik di bukit Shafa dan belum turun darinya."
Syaikh bertanya, "Apakah engkau berlari antara Shafa dan Marwah?"
Saya menjawab, "Ya." Syaikh bertanya, "Pada waktu itu apakah
engkau telah berlari dari segala sesuatu dan telah sampai kepada Allah swt..
(Kemungkinan menunjuk kepada ayat dalam surat Syuara' yang menerangkan kisah
Nabi Musa a.s. "Aku lari darimu apabila aku takut kepadamu." dan
"Dan berlarilah menuju Allah.") Saya menjawab, "Tidak."
Syaikh berkata, "Engkau belum berlari antara Shafa dan Marwah."
Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah naik di bukti Marwah?" Saya
menjawab, "Ya, saya telah naik di atasnya." Syaikh bertanya,
"Apakah sakinah turun ke atasmu dan engkau mendapatkan sakinah secara
sempurna?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau
belum naik ke atas bukit Marwah." Syaikh bertanya, "Apakah di sana
engkau telah menumpahkan harapan kepada Allah swt. yang tidak disertai dengan
perbuatan dosa?" Saya menjawab, "Itu belum bisa." Syaikh
berkata, "Engkau belum pergi ke Mina." Syaikh bertanya, "Apakah
engkau telah masuk di Masjid Khaif (yang berada di Mina)?" Saya menjawab,
"Ya, saya masuk di dalamnya." Syaikh bertanya, "Apakah engkau
pada waktu itu merasa takut kepada Allah swt. yang tidak pernah engkau rasakan
pada saat yang lain?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata,
"Engkau belum masuk di masjid Khaif." Syaikh bertanya, "Apakah
engkau telah sampai di padang Arafah?" Saya menjawab, "Ya, saya
sampai di sana." Syaikh bertanya, "Waktu di sana, apakah engkau
mengetahui apa maksudnya engkau datang di dunia, apa yang sedang engkau
kerjakan, dan sekarang mau pergi ke mana, dan apakah engkau mengenali
perkara-perkara yang mengingatkan keadaan itu?" Saya menjawab,
"Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum pergi ke
Arafah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah pergi ke
Muzdalifah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah pergi ke sana."
Syaikh bertanya, "Apakah engkau di sana berdzikir kepada Allah swt.
sedemikian rupa sehingga selain Allah swt. terlupakan?" (Sebagaimana yang
telah disebutkan oleh ayat "Dan ingatlah Allah di Masy'aril Haram.)"
Saya menjawab, "Saya tidak melakukan seperti itu." Syaikh berkata,
"Kalau begitu engkau tidak sampai di Muzdalifah." Syaikh bertanya,
"Apakah engkau menyembelih binatang kurban di Mina?" Saya menjawab,
"Ya." Syaikh bertanya, "Apakah pada waktu itu engkau telah
menyembelih nafsumu?" Saya menjawab, "Tidak."
Syaikh berkata, "Berarti engkau belum menyembelih binatang kurban."
Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melempar Jumrah (melempar syaitan
dengan kerikil)?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melempar
Jumrah." Syaikh bertanya, "Bersamaan dengan setiap batu apakah engkau
telah melemparkan satu kejahilanmu yang lalu dan merasakan bertambahnya ilmu?"
Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata, "Engkau juga belum
melempar Jumrah." Syaikh bertanya, "Apakah engkau telah melakukan
Thawaf Ifadhah?" Saya menjawab, "Ya, saya telah melakukannya."
Syaikh bertanya, "Pada waktu itu adakah suatu hakikat terbuka ke atasmu,
dan apakah telah turun ke atasmu kehormatan dan jamuan dari Allah swt.?, karena
Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang pergi haji dan Umrah adalah orang
yang menziarahi Allah swt.. Dan orang yang diziarahi punya kewajiban
untukmenuliskan dan menghormati orang-orang yang menziarahinya." Saya
menjawab, "Tidak ada sesuatu hakikat yang terbuka kepada saya."
Syaikh berkata, "Engkau juga belum melakukan Thawaf Ifadhah." Syaikh
bertanya, "Apakah engkau telah bertahallul? (Tahallul adalah melepaskan
pakaian ihram). Saya menjawab, "Ya, saya telah bertahallul." Syaikh
berkata, "Engkau juga belum bertahallul." Syaikh bertanya,
"Apakah engkau telah melakukan Thawaf Wada'?" Saya menjawab,
"Ya, saya telah melakukannya." Syaikh bertanya, "Apakah waktu
itu engkau telah mengucapkan selamat tinggal dengan sepenuhnya kepada jiwa
ragamu (hawa nafsumu)?" Saya menjawab, "Tidak." Syaikh berkata,
"Engkau belum melakukan Thawaf Wada'." Kemudian Syaikh berkata,
"Pergi hajilah kembali, dan tunaikanlah haji sebagaimana yang telah saya
terangkan kepadamu secara terperinci tadi."
Saya mengutip kisah yang panjang ini agar orang-orang mengetahui bagaimanakah
hajinya para wali Allah. Semoga Allah swt. dengan limpahan karunia dan
rahmat-Nya mengaruniakan kepada hamba yang hina ini haji yang seperti itu.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar