Dakwah merupakan masalah yang paling penting dalam
mengembalikan kejayaan umat Islam. Kesan dakwah pada saat ini tidaklah
sepenting yang digariskan, dan seakan sudah tidak ada lagi dalam pikiran
orang-orang Islam yang hidup pada zaman ini. Orang-orang Islam mungkin lupa
bahwa risalah kenabian dan kerasulan telah ditutup oleh Allah SWT. Sementara
agama Islam yang menjadi jalan keselamatan harus sampai kepada generasi
terakhir umat manusia yang tidak seorangpun mengetahui kapan berakhirnya.
Sering diungkapkan dalam riwayat-riwayat tentang penyakit umat-umat nabi
terdahulu yang pada saat ini dapat kita lihat sendiri. Maka menjadi tugas umat
Islam sebagai pewaris tugas kenabian untuk mendakwahkan agama Allah SWT hingga
generasi terakhir dari peradaban manusia.
Dalam pandangan Maulana Muhammad Ilyas dakwah merupakan kewajiban umat Nabi
Muhammad saw. Pada prinsipnya setiap orang yang mengaku mengikuti ajaran Nabi
Muhammad tentulah memiliki kewajiban mendakwahkan ajarannya, yaitu agar selalu
taat kepada Allah dengan cara yang telah dicontohkan Rasulullah. Menjadikan
dakwah sebagai maksud hidup untuk mencapai puncak pengorbanan merupakan tujuan
yang harus dicapai setiap individu pendakwah yang mengerti kondisi umat Islam
saat ini. Sebagaimana halnya para sahabat nabi yang dalam riwayat banyak
dikisahkan tentang pengorbanan mereka terhadap agama Allah SWT, sehingga Allah
memberikan kemulian dan kesempurnaan amal agama dan kehidupan yang tidak hanya
berdimensi ibadah semata melainkan mencakup semua bidang kehidupan berupa
politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Pada awal perkembangannya yang sedemikian terbatas, Islam mampu menguasai
belahan dunia pada saat itu dengan menundukkan Romawi dan Persi serta
menyebarluaskan ilmu pengetahuan ke seluruh belahan dunia. Hal ini merupakan
bukti tentang besar dan megahnya Islam dengan generasi yang berpegang teguh
pada ajarannya. Hal inilah yang dikehendaki Maulana agar dapat terwujud kembali
di kalangan umat Islam. Maulana menghabiskan masa hidupnya untuk berdakwah,
mengajarkan prinsip dakwah yang hakiki yakni bahwa setiap diri yang mengaku
sebagai umat Islam mempunyai kewajiban dakwah, menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar.
Dalam salah satu suratnya yang ditujukan pada Syaikh Muhammad Zakariya, beliau
menulis:
Aku ingin agar pikiran, hari, kekuatan dan waktuku hanya aku gunakan demi
cita-citaku ini saja. Bagaimana aku dapat bekerja selain dari kerja dakwah dan
tabligh, sedangkan aku melihat ruh Proxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
bi saw bersedih akibat perilaku buruk umatnya, lemah agama dan aqidah, merosot
dan hina serta tidak adanya kejayaan bahkan telah lama digilas kekufuran [11].
Kerisauan yang mendalam akan keadaan umat inilah yang menyebabkan beliau
berkeinginan kuat untuk terus berdakwah mengajak orang taat kepada Allah dan
menyampaikan kebesaran Allah dengan manifestasi menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Melalui segala macam usaha yang dilakukan oleh beliau
dengan pikiran dan kerisauan akhirnya terbentuklah jama’ah-jama’ah yang
berkeinginan mendakwahkan kembali ajaran Nabi Muhammad saw kepada umatnya.
Membebankan kewajiban bertabligh (amar ma’ruf nahi munkar) semata-mata pada
kalangan ulama adalah sebagai tanda adanya kebodohan pada diri kita. Tugas
ulama adalah mengajarkan ilmu dan menunjukkan jalan yang benar akan pemahaman
terhadap agama. Sedangkan memerintahkan berbuat kebajikan di antara khalayak
dan mengusahakan supaya mereka menuju jalan yang benar adalah tanggung jawab
semua orang Islam [12]. Sementara Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam tulisannya
menegaskan:
Laju perjalanan umat Islam saat ini jauh tertinggal di belakang, setelah
sebelumnya berada di barisan paling depan. Banyak sebab yang menjadikan kaum
muslimin dalam kondisi seperti ini, di antara sebab terpenting adalah
ditinggalkannya kewajiban dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad fi
sabilillah. Semua ini berangkat dari kesalahan persepsi umat dalam memandang
kewajiban ini. Masih banyak yang memahami bahwa dakwah adalah kewajiban ulama
saja, terbatas dalam bentuk ceramah, khutbah dan mau’idzhoh saja. Sementara
itu, sebagian dari mereka ada yang memahami dakwah ini merupakan kewajiban yang
berlaku atas setiap individu muslim, namun mereka melakukannya tanpa disertai
pemahan yang baik terhadap manhaj dakwah nabawiyah dan rambu-rambu Al-Qur’an
[13].
Jauh sebelum itu Maulana Muhammad Ilyas telah memikirkan keadaan ini, sehingga
keinginannya yang telah bersatu dengan kerisauannya akan kondisi umat Islam
yang dilihatnya, membuatnya mencurahkan hidupnya untuk kerja dakwah. Bahkan
Maulana Muhammad Ilyas mulai membangun tradisi dakwah yang ia mulai dengan
membentuk jama’ah-jama’ah dakwah yang dikirim ke tempat-tempat tertentu, bahkan
dipimpin langsung oleh beliau. Dengan tenaga dan kerisauan yang ada beliau
berusaha mengenalkan kewajiban dakwah pada umat Islam dan membangun tradisi
tersebut agar semua dapat melaksanakan jalan dakwah ini.
Membangun tradisi dakwah diantara kondisi umat yang jauh dari agama, seperti di
Mewat tidaklah semudah yang dibayangkan. Dalam keadaan yang penuh dengan
kesesatan dan kejahilan masyarakat, Maulana Muhammad Ilyas terpanggil untuk
mengajak mereka kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Terlebih lagi masyarakat
yang masih kuat memegang syariat agama. Beliau sangat menyadari bahwa
Rasulullah bukanlah orang yang mementingkan diri sendiri, beliau selalu
memikirkan umatnya, merisaukan keadaan umatnya di kemudian hari. Sehingga dalam
riwayat di beritakan bahwa ketika ajal beliau datang, dengan terbata-bata masih
menyebut umatnya. Pikiran itulah yang selalu muncul dalam benak Maulana, bahwa
dakwah hari ini adalah bagaimana mengajak umat kembali kepada jalan Allah dan
Rasulnya.
Berdasarkan pengalaman dan pemikiran yang panjang, Maulana melihat bahwa para
petani Mewat yang miskin tidak mungkin dapat meluangkan waktunya untuk belajar
agama, sedangkan mereka masih berada di tengah-tengah lingkungan dengan segala
kesibukannya. Bahkan dalam jangka waktu yang pendek yang dapat mereka berikan
itu, tidak dapat diharapkan agar mereka dapat memperoleh kesan yang dalam dari
ajaran-ajaran agama yang telah mereka peroleh, serta memiliki semangat agama
sebagaimana yang diharapkan yang dapat mengubah cara hidup mereka. Sesungguhnya
tidak mungkin meminta mereka semuanya untuk ke madrasah. Namun juga tidak tepat
berangan-angan bahwa hanya dengan sekedar nasihat dan ceramah akan mengubah
kehidupan mereka dari cara-cara jahiliyah kepada cara-cara Islam, baik dalam
perangai, tradisi, maupun pola pikir [14].
Peran Maulana Muhammad Ilyas dalam menggerakkan masyarakat Mewat yang jahiliyah
itu menyebabkan tumbuhnya suasana agama yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Suasana agama inilah yang diperlukan guna menstimulasi berkembangnya masyarakat
yang Islami yang mengikuti kehidupan rasul dan para sahabat. Jama’ah-jama’ah
dari masyarakat pun dibentuk untuk dikirim ke beberapa tempat agar dapat
memperbaiki diri dalam suasana agama, dengan perbekalan seadanya dan semangat
untuk menyebarkan dan mensuasanakan agama.
Datangnya Ramadhan dan cahayanya telah menyinari hati manusia, Maulana Ilyas
pun meminta para sahabatnya agar menyiapkan jama’ah untuk dikirim ke Kandhla.
Padahal mereka tahu bahwa Kandhla merupakan pusat ilmu dan banyak terdapat
rohaniawan. Tentu saja mereka berkeberatan untuk menyampaikan seruan agama
tersebut. Apalagi jama’ah itu adalah orang-orang yang bodoh, sungguh ini
merupakan suatu yang aneh. Namun akhirnya terbentuklah jama’ah yang terdiri
dari sepuluh orang Mewat yang dipimpin oleh Hafidzh Maqbul Hasan. Jama’ah ini
bertolak dari Delhi menuju ke Kandhla setelah hari raya. Jama’ah mendapatkan
sambutan yang menyenangkan [15].
Jama’ah pertama yang dikirim menyebabkan bertambahnya semangat beliau dalam
membangun tradisi dakwah di kalangan masyarakat. Daerah-daerah lain pun mulai
dipikirkannya. Gerak jama’ah sangat penting artinya bagi upaya mengubah pola
hidup masyarakat. Bagaimanapun keadaannya, beliau tetap berharap dapat
mengirimkan jama’ah-jama’ah serupa ke berbagai tempat lainnya. Jama’ah kedua
dikirim ke Raipur, kemudian mengadakan ijtima’ (berkumpul bersama) di Chatora
hingga terbentuk jama’ah lagi hingga dikirim ke Sonepar, Panipat, dan daerah
sekitarnya. Begitulah perkembangan yang terjadi di daerah Mewat dan sekitarnya.
Beliau sepenuhnya meyakini bahwa kebodohan, kelalaian serta hilangnya semangat
agama dan jiwa keislaman itulah yang menjadi sumber kerusakan. Adapun
satu-satunya jalan keluar adalah membujuk orang-orang Mewat supaya keluar (dari
kampung halamannya) guna memperbaiki diri, belajar agama, dan melatih kebiasaan
yang baik hingga tumbuh kesadarannya untuk lebih mencintai agama daripada
dunia, dan mementingkan amal daripada mal (harta) [16]. Maulana bercita-cita
mewujudkan satu generasi yang benar-benar mau berkorban untuk agama, seperti
berkorbannya para sahabat dahulu. Jika sehari-hari mereka berkorban waktu,
harta, dan diri mereka untuk keduniaan, maka mereka pun harus berusaha untuk
berkorban dengan diri, harta dan waktu mereka untuk agama. Menjadi hal yang
biasa bahwa segala sesuatu yang diperoleh melalui pengorbanan akan sangat
dicintai.
Lambat laun suasana di Mewat semakin berubah. Bahkan perubahan tersebut makin
tampak pada cara hidup dan tradisi mereka. Mewat menjadi tanah gembur dan subur
yang apabila tanaman dakwah Islamiyah dan pengajaran hukum-hukum agama
ditanamkan akan tumbuh, berkembang dan berbuah di tempat tersebut [17].
Perkembangan yang terjadi di Mewat adalah perkembangan yang mengesankan, Mewat
yang pada mulanya dilingkupi jahiliyah kini telah berubah menjadi pusat dakwah
dan siar agama. Usaha Maulana Muhammad Ilyas yang pertama adalah menanamkan
iman dan keyakinan yang benar terhadap Allah SWT dengan cara yang telah
dicontohkan Rasulullah. Kemudian beliau menyampaikan keutamaan-keutamaan
beramal dan kerugian meninggalkannya serta mengajak umat Islam untuk berkorban
menyisihkan diri, harta dan waktunya di jalan Allah.
Sampai akhir hayatnya beliau tetap mencurahkan perhatiannya pada usaha dakwah
ini. Bahkan setelah berkembang di India, usaha dakwah ini berkembang ke seluruh
dunia. Hingga saat ini negara-negara di beberapa berlahan benua telah memiliki
amal jama’ah dakwah. Mereka terus bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain
untuk mengajak manusia kembali kepada tugas utama sebagai hamba Allah yang
sudah seharusnya mengabdi dengan segenap jiwa dan raga serta sebagai umat Nabi
yang terakhir Muhammad saw yang mempunyai tugas dakwah beramar ma’ruf nahi
munkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar